Film Dokumenter: Journey To Jah

journey-to-jah

Berawal dari kedatangan seorang penyanyi serta penulis lagu berkebangsaan Jerman bernama Tilmann Otto aka Gentleman di sebuah bandara di Jamaica. Ia disambut oleh beberapa teman-teman dari orang lokal dan juga seorang lagi penyanyi reggae terkenal Alborosie. Dari situlah kemudian film ini terus bergulir. Film ini bercerita mengenai perjalanan, sentuah visual serta emosional yang dirasakan oleh Gentleman selama berada di negara yang didominasi oleh musik reggae tersebut.

Bukan hanya hanya satu-dua tahun, film ini telah merekam dan mengikuti perjalanan dua orang berkebangsaan Eropa, Gentleman and Alborosie selama kurang lebih tujuh tahun. Selama kunjungannya di Jamaica Tilmann Otto yang kerap disebut Gentleman tersebut berkomunikasi, berinteraksi, “bercampur’ dengan masyarakat lokal dengan penuh dengan problematika sosial yang sama sekali berbeda dengan negara asalnya. Sedangkan Alborosie sendiri telah menjadi bagian dari masyarakat di Jamaica tersebut. Ia berkeluarga dan menikah dengan perempuan cantik asal Jamaica dan merasa telah menemukan ‘rumah’ di tempat tersebut. Dalam sistem ekonomi, sosial dan politik di Eropa yang telah begitu mapan dan mantap, ternyata tidak mampu mengubah pandangan dua orang ini (Gentleman and Alborosie) untuk mencari dan mencari tujuan spiritual mereka hingga ke negara tempat musik Reggae berasal.

Mengambil setting di Jamaica. Tentu membuat musik Reggae kerap muncul dan seolah menjadi nyawa dalam film tersebut. Hal tersebut sangat mudah dipahami karena bagi masyarakat disana, musik Reggae adalah bagian dari diri mereka. Musik Reggae merupakan Jalan menuju sebuah pencarian spiritual serta sebuah spirit untuk menyatukan masyarakat. Musik pula yang telah mempertemukan Gentleman and Alborosie dua orang Eropa dengan kebangsaan yang berbeda dalam satu rasa Jamaica.

Selain sebuah ekspresi, musik reggae juga dianggap menjadi bagian dari upaya masyarakat untuk membebaskan diri dari segala macam represi yang mengikat mereka. Ada kegembiraan, keceriaan ketika mereka bersama-sama memainkan musik dan bernyanyi bersama di jalanan bersama puluhan penduduk lain yang ikut bergabung menyemarakkan suasana. Sementara hari-hari berikutnya bisa berbalik menjadi ketakutan ketika hujan peluru terjadi di dalam kota.

Dua hal yang diinginkan setiap masyarakat adalah kedamaian dan kebebasan. Mungkin dua hal itulah yang ingin dicari oleh Gentleman and Alborosie dalam perjalanannya mencari Jah. Kedamaian itu diartikan oleh Alborosie, apabila ia bisa memandang pantai biru tosca yang tenang, sambil mencari sumber pangan dengan duduk berjam-jam memegang sebuah pancing di pinggir pantai ditemani oleh sang istri. Sedangkan kebebasan itu adalah saat-saat dimana ia mampu melihat riuh ribuan penonton dan bersama-sama menyanyikan lagu. Perjalanan menuju Jah bisa berupa apapun. Akan berbeda pengalaman dari setiap perjalanan yang dialami Alborosie Gentlemen maupun masyarakat di Jamaica. Namun ada saatnya mereka semua bisa bertemu satu rasa, satu jiwa ketika telah disatukan oleh sebuah bahasa yakni musik.

Sang direktur sendiri sangat piawai untuk membuat narasi yang pas dari penggambaran sebuah relasi sosial di Jamaica. Banyak hal yang ia ingin sampaikan dalam film tersebut tidak hanya sebatas pada perjalanan Gentleman and Alborosie tetapi juga tentang segala aspek sosial dan konflik yang ada dilingkungan tersebut. Ia juga berusaha membuat muatan film tersebut seimbang dengan memasukkan sudut pandang mengenai reggae dan Jamaica dari beberapa musisi seperti Richie Stephens dan Damian Harley serta seorang akademisi Professor Carolyn Cooper sehingga memperkaya informasi tentang dunia reggae beserta problematikanya.
Yang menarik menurut saya adalah ketika Professor Carolyn Cooper menyatakan pendapatnya tentang tubuh cara perempuan mengungkapkan kecantikannya dengan tarian yang oleh dunia dianggap sebagai tarian erotis. Ia berpendapat bahwa musik reggae tidak hanya musik bagi laki-laki. Dalam musik reaage perempuan juga ikut mengapresiasi dengan gerak tubuh dan tarian. Lebih baik tidak memandangnya dari segi erotisnya. Menari dengan gaya tersebut adalah cara perempuan di Jamaica untuk meng-ekspresikan kecantikannya. “selama ini masyarakat menganggap perempuan cantik adalah perempuan kulit putih, sementara mereka (perempuan Jamaica) tidak” ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa setiap perempuan ingin dianggap cantik, dan perempuan disini punya cara tersendiri untuk meng-ekspresikannya.

Dengan berbagai macam penghargaan yang telah di terima oleh sang Director Noël Dernesch, untuk film “Journey to Jah” diantaranya adalah, Berlinal (Berlin International Film Festival) pada tahun 2014 kemudian Maui Film Festival Hawaii di tahun yang sama, film ini jelas akan memberikan sebuah wawasan baru bagi para penggemar film reggae khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

Ulasan: Palupi Setiani

Recommended For You

4 Comments

Comments are closed.