Reggae Monolog Sebuah Perenungan

Reggae Monolog
Reggae Monolog

Stigma yang kerap kali reggae dikaitkan dengan ganja. Tidaklah berlebihan, jika muncul beberapa pertanyaan yang mungkin kamu bisa menjawabnya secara jujur:

Apa dan adakah manfaat nyata ganja untuk musik reggae?

Apakah ganja bisa membuat genre musik reggae ini langsung meroket mengalahkan dominasi genre musik yang tengah ramai kita tonton di layar televisi dengan sederet kode-kode NSP-nya?

Apakah masyarakat penggemar atau pecinta musik reggae mendapatkan manfaat positif ganja, terlebih lagi itu memang memiliki unsur ilegal secara hukum yg berlaku negara Indonesia?

Apakah ganja memang bisa bermanfaat bagi kesehatan? Lalu kenapa tidak ada penelitian medis yang menyatakan dengan tegas secara massif dalam publikasi akamedik dan sains ke publik di planet bumi ini hingga penelitian bahkan riset penemuannya mendapat penghargaan Nobel?

Apakah ganja bisa membuat kamu terlihat atau menjadikan kamu sakti mandraguna bahkan cemerlang menjadi orang hebat di masa depan (khususnya generasi muda)?

Apakah ganja dilegalisasi dapat menjawab sekaligus merupakan sebuah solusi jitu terhadap segala problematika yang tengah dihadapi oleh negeri ini?

Apakah kamu yakin masyarakat indonesia khusus generasi muda, sudah dewasa seperti di negara eropa (salah satunya: belanda) dimana ganja dianggap sebagai soft-drugs? Realitanya masyarakat disana sudah jauh lebih matang dan dewasa dalam menyikapnya segala hal, perlu diketahui pula ternyata disana juga tidak bisa di sembarang tempat dan seenaknya seperti menghisap sebatang rokok, disana hanya bisa di satu tempat saja, itu pun tidak semua tempat. Bahkan pada belakangan ini hampir di semua ruang publik para perokok pun sudah sangat dibatasi bahkan dilokasir (hampir sebagian mall atau pusat perbelanjaan sudah membuat smoking area selalu berada dekat lift atau tangga darurat).

Jawaban atas pertanyaan diatas tersebut jelas TIDAK karena tidak ada manfaat nyata dari ganja. Perihal ganja erat dengan ritual dan tradisi rastafari, jadi muncul pertanyaan lain lagi:

Apakah Bob Marley, Peter Tosh dan musisi reggae luar negeri yang mayoritas adalah Rastafarian mengkonsumsi ganja dalam ritual kepercayaannya tersebut, lalu secara serta-merta kita harus serupa atau bahasa trend sekarang menjadi “wanna be” dalam kebiasaan mereka?

Apakah kita harus mengadopsi budaya tersebut sebagai simbol atau jati diri sebagai pecinta musik reggae khususnya pecinta musik reggae di Indonesia?

Esensinya, bukan tabu atau anti atau mencampur-adukannya dengan reggae atau lain-lainnya, pertanyaannya adalah: kenapa juga kita harus mencampur-adukan ke dalam reggae? Urusan kamu pro-ganja, itu urusan privasi masing-masing, dan maaf, apalagi ganja barang ilegal dimuka jagat bumi pertiwi ini.

Ingin dianggap sebagai “gue anak reggae” dengan membawa barang illegal kemudian menghisapnya sambil joget di acara gigs reggae adalah tindakan yang teramat bodoh terhadap diri sendiri. Kedapatan membawa barang illegal tersebut dapat membuat kamu kehilangan masa depan. Ada pasal dan undang-undang yang dapat menjerat siapapun diproses secara hukum yang berlaku di Indonesia, yang notabene memang secara hukum mengharamkan barang tersebut.

Berikut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia:
Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-undang No. 22 1997 tentang Narkotika mengklasifikasikan ganja; biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis sebagai narkotika golongan I yang berarti satu kelas dengan opium dan kokain. Pasal 82 ayat 1 butir a UU tersebut menyatakan bahwa mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, atau menukar narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Dari sisi medis, komposisi kimia yang terkandung dalam ganja adalah Cannibanol, Cannabidinol atau THC yang terdiri dari Delta -9- THC dan Delta -8- THC.

Delta -9- THC sendiri mempunyai efek mempengaruhi pola pikir otak manusia melalui cara melihat sesuatu, mendengar, dan mempengaruhi suasana hati pemakainya. Selain Delta -9- THC, ada 61 unsur kimia lagi yang sejenis dan lebih 400 bahan kimia lainnya yang beracun.

THC juga mengikat reseptor anandamide dan menekan kegiatan pada hipokampus, daerah otak yang dipakai untuk belajar, ingatan, dan emosi.

Dalam penelitian meta analisis para ahli dari Universitas Cardiff dan Universitas Bristol, Inggris, pecandu ganja berisiko schizopherina, yakni peningkatan gejala seperti paranoid, mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada yang berujung pada kelainan jiwa, seperti depresi, ketakutan, mudah panik, kebingungan dan berhalusinasi, serta gangguan kehamilan dan janin. Menghisap ganja dapat berdampak pada kerusakan paru-paru, seperti batuk, bronkitis, dan kerentanan terhadap selesma dahak.

Efek ganja yang terberat adalah di otak. Kerusakan otak yang terjadi merupakan kerusakan yang irreversible atau tak dapat diubah. Efek ganja di otak tergantung dari lama, jumlah, dan cara pemakaian. Efek yang terjadi ialah euforia, rasa santai, mengantuk, dan berkurangnya interaksi sosial. Pada kasus-kasus ganja lainnya (pemakaian dalam jumlah sangat banyak) dapat muncul perasaan curiga yang berlebihan (paranoid), halusinasi visual. Hingga saat ini belum ada teknik transplantasi untuk menggantikan bagian-bagian otak yang telah rusak akibat penggunaan ganja tersebut.

Dengan ketulusan hati dan semangat positif. Mari kita bangun bersama citra atau image musik reggae menjadi musik cinta damai penuh persaudaraan. Kini saatnya, kita usung musik reggae dengan hal-hal yang positif dan penuh persaudaraan tanpa embel-embel.

Big Respect!
Indoreggae

Recommended For You

2 Comments

  1. benar-benar sebuah perenungan yg dalam sekali bro…
    setuju…reggae adalah musik damai yang cerdas bagi pendengar.

    hormat dan salam hangat dari kupang!

Comments are closed.